Tugas
Mandiri Dosen Pembimbing
Tasawuf III Drs. Iskandar
Arnel,M.Ag
WAHDAYATUL WUJUD
(IBNU ‘ARABI)
DISUSUN OLEH:
ABDUL
RAHMAN SAYUTI
FAKULTAS
USHULUDDIN
JURUSAN
AQIDAH FILSAFAT
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SULTAN
SYARIF KASIM
RIAU
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada
Allah S.W.T. yang telah memberikan nikmat kepada penulis, baik nikmat jasmani
maupun nikmat rohani. Sehingga dengan sungguh-sungguh penulis, alhamdulillah
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Tasawuf tiga ini. Kemudian ucapan terima kasih
juga penulis ucapkan kepada dosen pembimbing Tasawuf tiga ini, yaitu Bapak Iskandar Arnel,M.Ag yang telah
membimbing dalam mata kuliah Tasawuf tiga ini. Kemudian penulis berharap dengan
adanya makalah ini, nantinya akan dapat menambah wawasan penulis dan pencinta
Ilmu Pengetahuan tentang Tasawuf tiga ini, khususnya tema yang ditugaskan
kepada penulis, yaitu Wahdatul Wujud Ibnu ‘Arabi. Sehinggga dengan harapan
penulis, kita tidak hanya sekedar mendengar apa yang orang sampaikan atau yang
di diskusikan tanpa referensi-referensi yang kuat, namun kita juga akan mengetahui
apa yang dimaksud sesungguhnya yang tentunya bersama sumber-sumber rujukan yang
berkompoten.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh
dari kesempurnaaan, untuk itu kritik dan saran yang membangun akan penulis terima
guna kesempurnaan makalah ini kedepannya.
Penulis
10
Desember 2011
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Di dalam tasawuf ada sebuah paham
yang dikenal sebagai paham wahdat al-wujud. Inti dari paham ini adalah
menyatakan bahwa alam semesta ini merupakan cerminan atau manifestasi dari
tuhan. Di dalam wahdat al-wujud ini pula digagas pemahaman bahwa tuhan itu
memilki dua sisi yaitu sisi lahir dan batin. Namun tentunya dalam sesungguhnya
tidak sama dengan manusia sebagaimana yang kita pahami pada umumnya.
Selanjutnya tokoh dari paham ini adalah Ibnu ‘Arabi.
B.Permasalahan
B.1.
Apa itu wahdat al-wujud?
B.2. Bagaimana
pemahaman wahdat al-wujud?
B.3. Apa
perbedaan antara wahdat al-wujud dan panteisme?
C.Tujuan
Tujuan dari
makalah saya yang sederhana ini adalah untuk menambah pemahaman dan wawasan kita, serta merupakan tugas pengganti
MID semester untuk mata kuliah Tasawuf
tiga ini.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………....……..…………..…i
DAFTAR
ISI…………………………………………………………..………...……ii
BAB I PENDAHULUAN……….......……………………...……..…………………iii
BAB II PEMBAHASAN……….…………………………….…………...…………iv
BAB III
PENUTUP………………...……………………..…………………………..v
DAFTAR
PUSTAKA…………………...……………………………………..……..vi
BAB
I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dan Tujuan Wahdat Al-Wujud
Wahdat al-wujud adalah ungkapan yang
terdiri dari dua kata yaitu wahdat dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri,
tunggal atau kesatuan sedang al-wujud artinya ada.[1] Dengan demikian wahdat
al-wujud berarti kesatuan wujud.
Harun nasution lebih lanjut menjelaskan
paham ini dengan mengatakan bahwa paham wahdat al-wujud nasut yang sudah ada
dalam hulul diubah maejadi khalq (makhluk) dan lahut menjadi haqq (tuhan).Aspek
yang sebelah luar disebut khalq dan aspek yang di sebelah dalam disebut haqq.[2]
Paham wahdatul wujud ini mengiring kepada
paham yang menyatakan bahwa sebenarnya dianatara Tuhan dan makhluk itu merupakan
satu kesatuan dari wujud Tuhan dan yang sesungguhnya atau wujud pasti itu
adalah wujud tuhan dan bukan makhluk. Karena mahkluk merupakan
manifestasi atau bayangan dari tuhan itu sendiri.
Dalam fushush al-hikam dijelaskan oleh
Al-Qashini dan di kutip Harun Nasution, fana wahdul wujud ini antara lain
terlihat dalam ungkapan.,”Wajah
sebenarnya satu tetapi jika engkau perbanyak cermin ia menjadi banyak.”[3]
Penulis tegaskan
kembali bahwa yang hanya mempunyai wajibul wujud itu hanyalah Allah.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn Arabi sebagai berikut:
“sudah menjadi kenyataan bahwa makhluk adalah
dijadikan dan bahwa ia berharap kepada khalik yang menjadikannya karena ia
hanya mempunyai sifat mungkin dan dengan demikian wujudnya bergantung pada
sesuatu yang lain.[4]
Paham tersebut mengisyaratkan bahwa pada manusia ada unsur lahir dan batin,
dan pada tuhan pun ada unsur lahir dan batin. Unsur lahir manusia adalah
fisiknya, sedangkan batinnya adalah roh atau jiwa yang hal ini merupakan
pancaran, bayangan atau fotocopy Tuhan. Kemudian unsur lahir-lahir pada tuhan
adalah sifat-sifat ketuhanannya yang tampak dialam ini dan unsur batinnya
adalah dzat Tuhan.Bersatunya unsur lahut yang ada pada manusia dengan unsur
nasut yang ada pada Tuhan.
Paham
diatas tentunya memberikan isyarat bahwa manusia itu mempunyai dua unsur, yaitu
unsure lahir dan batin. Dan selanjutnya begitu pula yang ada pada tuhan. Jika
pada manusia itu unsure lahirnya disebut fisik dan batinnya disebut roh, ,maka
pada tuhan unsure lahir-Nya adalah yang terlihat di alam semesta ini dan unsur
batin-Nya adalah dzat tuhan itu sendiri. selanjutnya disebut pada manusia itu
potensi ini disebut lahut dan pada tuhan itu sendiri adalah nasut.
Selanjutnya dalam Al-Qur’an akan kita
jumpai ayat-ayat yang memberikan petunjuk bahwa Tuhan memiliki unsur lahir dan
batin sebagaimana dalam faham wahdat al-wujud
óOs9r&
(#÷rts?
¨br&
©!$#
t¤y
Nä3s9 $¨B Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$#
x÷t7ór&ur
öNä3øn=tæ
¼çmyJyèÏR ZotÎg»sß ZpuZÏÛ$t/ur 3 z`ÏBur Ĩ$¨Z9$#
`tB ãAÏ»pgä Îû «!$#
ÎötóÎ/
5Où=Ïæ
wur
Wèd wur
5=»tGÏ. 9ÏZB ÇËÉÈ
Artinya:
“tidakkah
kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa
yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya
lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan)
Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi
penerangan”. (Qs,
Luqman, 31;20)
Dalam Al-Qur’an dan terjemahannya terbitan Departemen Agama tahun 1984,
hal 90, kata al-awwal pada surat al-hadid ayat 3 diartikan yang telah ada
sebelum sesuatu yang ada. Al-akhir artinya yang nyata adanya karena banyak
bukti-buktinya dan yang batin adalah yang tidak dapat digambarkan hakikar
dzatnya oleh akal. Namun menurut para sufi yang dimaksud zahir adalah
sifat-sifat Allah yang tampak, sedang batin adalah dzat-dzatnya. Manusia
dianggap mempunyai kedua unsur tersebut karena manusia berasal dari pancaran
tuhan. Sehingga antara manusia dengan Tuhan pada hakekatnya satu wujud.[5] Namun
hal ini bukan berarti sama dengan paham pantaisme, yang mempunyai pemahaman
bahwa segala sesuatu yang ada ini adalah tuhan.
B. Tokoh Wahdatul Wujud
Wahdatul al-wujud adalah wujud yang sejati adalah satu,tokoh yang mengajarkan tentang wahdatul al-wujud adalah Ibn Arabi, nama
lengkapnya adalah Mohammad
bin Ali bin Ahmad bin Abdullah ath-tha’i al-haitami. Beliau lahir di Murcia, Andalusia tengah,
Spanyol tahun 560 H.[6] Di Seville (spanyol) dia
mempelajari al-qur’an, hadist serta fikih pada sejumlah murid seorang faqih
Andalusia terkenal yakni ibnu hazm al-zhahiri. Ia pindah ke Tunis di tahun 1145
dan masuk aliran sufi (ibid).
Ketika beliau berusia 30
tahun beliau mulai berkelana
ke berbagai kawasan Andalusia dan kawasan islam bagian barat. Diantara
guru-gurunya adalah Abu Madyan al-Ghoust al-Talimsari dan Yasmin musaniyah.
Keduanya banyak dipengaruhi ajaran-ajaan Ibn Arabi. Dikabarkan juga bahwa dia
pernah ketemu dengan ibn Rusyd. Filosof murni dan tabib istana dinasti barbar dari Alomohad Dikordora.[7] beliau juga telah
dikabarkan mengunjungi Al-mariyyah yang menjadi pusat madrasah ibn Masarrah
seorang sufi falsafi yang cukup berpengaruh dan mempunyai banyak masalah di
Andalusia, di antara karya monumenalnya yaitu al-futuhat al-makkiyah yg ditulis
pada tahun 1201 H. Tatkala ia sedang menunaikan ibadah haji. Karya lainnya
yaitu tarjuman al-Asyuwaq yang ditulisnya untuk mengenang kecantikan,
ketakwaan, dan kepintaran seorang gadis cantik dari keluarga seorang sufi dari
Persia.[8]
Ibn Arabi dikenal sebagai penulis yang
produktif. Jumlah buku yang kurangnya menurut perhitungan mencapai lebih dari
200 diantaranya ada yang cuma 10 halaman tetapi ada juga yang beberapa
ensiklopedia tentang sufisme seperti kitab futuha al-mekkah dan bukunya yang
termasyur adalah tsus al-hikam yang juga tasawuf.
Menurut Hamka, ibn arabi dapat disebut
sebagai orang yang telah sampai pada puncak wahdatul wujud. Dia telah
menegakkan pahamnya dengan berdasarkan renungan fikir, filsafat, dan tasawuf
Menyajikan ajaran tasawufnya dengan bahasa agak berbelit belit dengan
tujuan, untuk menghindari tuduhan fitnah dan ancaman kaum awam sebagaimana
dialami Al-hallaj. Wujudnya air adalah air wujud, pada hakikatnya tidaklah ada
pemisah antara manusia dan Tuhan kalau dikatakan berlainan.
C. Ajaran-ajaran Tasawuf
Ajaran sentral ibn arabi adalah tentang
wahdatul Al-wujud yang istilahnya bukan berasal dari Ibn Arabi sendiri
melainkan berasal dari Ibnu
Taimiyah tokoh yang paling keras dalam mengecam dan mengkritik ajaran
sentralnya tersebut. Ibnu taimiyah telah berjasa dalam mempopulerkan wahdatul
al-wujud ke dalam masyarakat islam meskipun tujuannya negatif.[9]
Kaum atheis dan golongan madzhab wahdatul wujud mengemukakan fana wujud
selain Allah dalam kitab “Fushushul Hikam” dan orang-orang yang sepadan
dengannya mengatakan bahwa wujud khalik adalah wujud makhluk. Dipahami dari
ucapan mereka itu bahwa mereka tidak mengakui adanya wujud selain Allah. Ucapan
ini hanya lahir dari mulut orang kafir seperti yahudi, nasarani, dan penyembah
berhala, orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya Tuhan dan hamba jua dan tidak
ada perbedaan antara keduanya, ucapan ini sebenarnya menunjukan kekafiran yang
nyata terutama apabila yang dimaksudkan seluruh makhluk meskipun yang dimaksud
adalah para wali Allah yang beriman dan bertaqwa, kita tidak bisa langsung
memfonis ibnu arabi dan orang-orang sehaluannya adalah kafir, namun bukan
berarti kita harus menerima mentah-mentah hasil ijtihad mereka dibidangnya
masing-masing khusunya tasawuf ini karena kita yakin bahwa mereka umumnya
adalah terdiri dari mutjahid islam di bidangnya. Dari hasil pengkajian ijtihad
dan maka ajaran tasawuf seperti ittihad, hulul, wahdtul wujud dan sejenisnya
perlu di kaji ulang.[10]
Menurut ibnu Taimiyah wahdatul wujud adalah penyamaan Tuhan dengan alam,
dia menilai bahwa ajaran ibn arabi adalah dari aspek tasybihnya (penyerupaan)
khalik dengan makhluknya. Ia belum menilai dari aspek tanzihnya (penyucian
khalik). Menuru ibn arabi wujud semua yang ada ini hanyalah satu dan pada
hakikatnya wujud makhluk adalah wujud khalik pula, tidak ada perbedaan
diantaranya dari segi hakikatnya, dan kalaupun di lihat dari sudut pandang
panca indra. Wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah dan Allah adalah
hakikat alam. Tidak ada perbedaan antara wujud yang qodim dengan yang baru atau
dengan kata l;ain tidak ada perbedaan antara abid (menyembah) dan ma’bud (yang
di sembah).[11]
Kalau khalik dan makhluk bersatu dalam wujudnya mengapa telihat dua?
Menurut ibn arabi tidak memandangnya dari sisi satu, tetapi memandang keduanya
bahwa khalik dari sisi satu dan makhluk dari sisi yang lain. Jika mereka
memandang dari sisi yang lain mereka pasti mengetahui hakikat keduanya
yakni dzatnya satu yang tak terbilang dan terpisah.[12] Wujud Tuhan juga wujud
alam dan wujud Tuhan bersatu dengan wujud alam yang dalam istilah barat disebut
panteisme, yang di definisikan oleh Henry C.Theissen. panteisme adalah teori
yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang terbatas adalah aspek modifikasi atau
bagian dari satu wujud yang kekal dan ada dengan sendirinya.[13].
Ibn arabi menyebut wujud, maksudnya adalah
wujud yang mutlak yaitu wujud Tuhan, satu-satunya wujud menurut ibn arabi
adalah wujud tuhan, tidak ada wujud selain wujudNya. Kesimpulannya kata wujud
tidak diberikan kepada selain tuhan. Dalam bentuk lain dapat dijelaskan bahwa
makhluk diciptakan oleh tuhan dan wujudnya bergantung pada wujud tuhan.
Dengan demikian, ibn arabi menolak ajaran
yang mengatakan bahwa alam semesta ini diciptakan dari tiada. Ia mengatakan
bahwa nur Muhammad itu qodim dan merupakan sumber emanasi dengan berbagai
kesempurnaan ilmiah dan alamiah yang terealisasikan pada dari pada nabi adam
sampai nabi Muhammad dan dari nabi Muhammad pada diri pengikutnya yaitu para
wali.
Dari konsep-konsep wahdatuj al-wujud ibn
arabi ini muncul dua konsep yang sekaligus merupakan lanjutan atau cabang
dari konsep dari wahdatul al-wujud itu, yaitu konsep al-hakikat al-muhammadiyah
dan konsep wahdat al-adyan (kesamaan agama).
Dalam menjelaskan konsep wahdatul wujud Ibn
Arabi mengungkapkan bahwa wujud ini satu,namun dia memiliki penampakan yang
disebut dengan alam dan ketersembunyiannya yang dikenal dengan asma yang
memiliki pemisah yang disebut dengan barzah atau menghimpun dan memisahkan
antara batin dan lahir itulah yang di sebut dengan insane kamil. Ia juga
menjelaskan bahwa tuhan segala tuhan adalah Allah SWT. Sebagai nama yang
teragung dan sebagai ta’ayun (pernyataan) yang pertama. Ia merupakan sumber
segala nama dan tujuan akhir dari segala tujuan dan arah dari segala keinginan
serta mencakup segala tuntutan, kepadaNyalah isyarat yang difirmankan Allah
kepada rasulnya, bahwa kepada Tuhanmulah tujuan akhir karena Muhammad adalah
mazhar dari pernyataan yang pertama, dan tuhan yang khusus baginya adalah
ketuhanan yang agung ini. Ketahuilah bahwa segala nama-nama Allah merupakan
gambaran dalam ilmu Allah. Sedangkan hakikat muhammadiyah merupakan gambaran
dari nama Allah yang menghimpun segala nama ketuhanan yang darinya muncul
limpahan atas segala yang ada dan Allah sebagai tuhannya. Perlu diketahui bahwa
yang dimaksud dengan hakikat muhammadiyah disini bukanlauh nabi Muhammad sebagai
manusianya, namun hakikat muhammadiyah adalah asma dan sifat Allah serta
akhlaknya. Nabi Muhammad disebut dengan Muhammad karena beliau mampu berakhlak
dengan seluruh akhlak ketuhanan tersebut.
D. Analisis Wahdatul al-Wujud
Wahdatul al-wujud adalah bahwa wujud yang sejati adalah satu. Bukan berarti
alam adalah Allah dan Allah adalah alam[14]. Kenyataannya bahwa dia
adalah satu kesatuan wujud ini juga dapat dipahami dari sebuah hadits yang
sering dikutip ibn arabi dalam menerangkan masalah wahdat al-wujud yaitu;
kanallahu wala syai’a ma’ahu artinya dahulu Allah tiada sesuatu apapun
besertanya. Maksud dari pernyatan ini tidak ada sesuatu apapun yang menyertai
Allah selamanya dan segalanya pada sisinya adlah tiada. “tiada Tuhan selain
Allah” artinya segala sesuatu berupa alam gaib dan nyata adalah bayangan Allah
yang pada hakikatnya tiada. Dapat disimpulkan dari penjelasan diatas adalah
alam bias dikatakan yang merupakan khayal semata maka alam bukanlah Allah.
Namun jika di lihat alam tidak akan muncul dengan sendirinya dan mustahil ada
wujud di samping Allah atau di dalamnya atau di luarnya maka alam adalah
penampakan Allah. Penampakan itu tiada lain Allah jua adanya.
Karena yang mempunyai wujud hanyalah Tuhan. Dengan demikian wujud itu hanya
satu yakni wujud Tuhan Ia jua memberikan sifat-sifat ketuhanan pada
segala sesuatu. Alam ini seperti cermin yang buram dan juga seperti badan yang
tidak bernyawa. Allah menciptakan manusia untuk memperjelas cermin itu, dengan
kata lain alam ini merupakan penampakan dari asma dan sifat Allah yang terus
menerus. Tanpa alam sifat dan asma-Nya itu akan kehilangan maknanya dan
senantiasa dalam bentuk dzat yang tinggal dalam kesendiriannya yang tidak
dikenal oleh siapapun.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Hawasali. Perkembangan Ilmu Tasawuf dan tokoh-tokohnya
di nusantara, Surabaya: Al-ikhlas, 1930.
Bakar Aceh, Abu.. Sejarah Filsafat
Islam. Solo, 1882.
Prof. Dr. H. Nata Abuddin,
Ma. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
Rosihan, Anwar. Ilmu Tasawuf. Bandung
: CV Pustaka Setia, 2007.
[2] Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam
(Jakarta: Bulan Bintang, 1993), cet III, hal 92
[4] Harun Nasution, op.ut hal 94-95
[5] H.Abuddin Nata, akhlak
tasawuf (Jakarta, Graindo persada, 1996), hal 252
[6] At-taffazani, op, at hal 201
[8]
Ibid.
[12]
Muhammad Musthafa, Ilmu,al-hayat,al-ruhiyyah,al-islam,al-haiat,al-musriyyah,al-ammabi,al-kitab.
Mesir , 1984, hal 182
[14].sebagaimana
pemahaman panteisme (yang menyatakan bahwa alam atau apa yang dilihat adri ala
mini merupakan wujud tuhan itu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar