Minggu, 28 April 2013

WAHDAYATUL WUJUD IBNU ‘ARABI


  Tugas Mandiri                                                                                       Dosen Pembimbing
    Tasawuf III                                                                                   Drs. Iskandar Arnel,M.Ag




WAHDAYATUL WUJUD
(IBNU ‘ARABI)
DISUSUN OLEH:
ABDUL RAHMAN SAYUTI

FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2011





KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah S.W.T. yang telah memberikan nikmat kepada penulis, baik nikmat jasmani maupun nikmat rohani. Sehingga dengan sungguh-sungguh penulis, alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah  Tasawuf tiga ini. Kemudian ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada dosen pembimbing Tasawuf tiga ini, yaitu Bapak Iskandar Arnel,M.Ag yang telah membimbing dalam mata kuliah Tasawuf tiga ini. Kemudian penulis berharap dengan adanya makalah ini, nantinya akan dapat menambah wawasan penulis dan pencinta Ilmu Pengetahuan tentang Tasawuf tiga ini, khususnya tema yang ditugaskan kepada penulis, yaitu Wahdatul Wujud Ibnu ‘Arabi. Sehinggga dengan harapan penulis, kita tidak hanya sekedar mendengar apa yang orang sampaikan atau yang di diskusikan tanpa referensi-referensi yang kuat, namun kita juga akan mengetahui apa yang dimaksud sesungguhnya yang tentunya bersama sumber-sumber rujukan yang berkompoten.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaaan, untuk itu kritik dan saran yang membangun akan penulis terima guna kesempurnaan makalah ini kedepannya.
                                                                                                          Penulis

                                                                                                           
                         
                                                                     
                                                                                                           10 Desember  2011










BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
            Di dalam tasawuf ada sebuah paham yang dikenal sebagai paham wahdat al-wujud. Inti dari paham ini adalah menyatakan bahwa alam semesta ini merupakan cerminan atau manifestasi dari tuhan. Di dalam wahdat al-wujud ini pula digagas pemahaman bahwa tuhan itu memilki dua sisi yaitu sisi lahir dan batin. Namun tentunya dalam sesungguhnya tidak sama dengan manusia sebagaimana yang kita pahami pada umumnya. Selanjutnya tokoh dari paham ini adalah Ibnu ‘Arabi.

B.Permasalahan
            B.1. Apa itu wahdat al-wujud?
B.2. Bagaimana pemahaman wahdat al-wujud?
B.3. Apa perbedaan antara wahdat al-wujud dan panteisme?
C.Tujuan
    Tujuan dari makalah saya yang sederhana ini adalah untuk menambah pemahaman dan  wawasan kita, serta merupakan tugas pengganti MID semester untuk mata kuliah  Tasawuf tiga ini.













DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………....……..…………..…i

DAFTAR ISI…………………………………………………………..………...……ii

BAB I PENDAHULUAN……….......……………………...……..…………………iii

BAB II            PEMBAHASAN……….…………………………….…………...…………iv

BAB III PENUTUP………………...……………………..…………………………..v

DAFTAR PUSTAKA…………………...……………………………………..……..vi






BAB I
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Tujuan Wahdat Al-Wujud
Wahdat al-wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata yaitu wahdat dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan sedang al-wujud artinya ada.[1] Dengan demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud.
Harun nasution lebih lanjut menjelaskan paham ini dengan mengatakan bahwa paham wahdat al-wujud nasut yang sudah ada dalam hulul diubah maejadi khalq (makhluk) dan lahut menjadi haqq (tuhan).Aspek yang sebelah luar disebut khalq dan aspek yang di sebelah dalam disebut haqq.[2]
Paham wahdatul wujud ini mengiring kepada paham yang menyatakan bahwa sebenarnya dianatara Tuhan dan makhluk itu merupakan satu kesatuan dari wujud Tuhan dan yang sesungguhnya atau wujud pasti itu adalah wujud tuhan dan bukan makhluk. Karena mahkluk merupakan manifestasi atau bayangan dari tuhan itu sendiri.
Dalam fushush al-hikam dijelaskan oleh Al-Qashini dan di kutip Harun Nasution, fana wahdul wujud ini antara lain terlihat dalam ungkapan.,”Wajah sebenarnya satu tetapi jika engkau perbanyak cermin ia menjadi banyak.[3]
Penulis tegaskan kembali bahwa yang hanya mempunyai wajibul wujud itu hanyalah Allah. Sebagaimana yang dikatakan oleh  Ibn Arabi sebagai berikut:
“sudah menjadi kenyataan bahwa makhluk adalah dijadikan dan bahwa ia berharap kepada khalik yang menjadikannya karena ia hanya mempunyai sifat mungkin dan dengan demikian wujudnya bergantung pada sesuatu yang lain.[4]
            Paham tersebut mengisyaratkan bahwa pada manusia ada unsur lahir dan batin, dan pada tuhan pun ada unsur lahir dan batin. Unsur lahir manusia adalah fisiknya, sedangkan batinnya adalah roh atau jiwa yang hal ini merupakan pancaran, bayangan atau fotocopy Tuhan. Kemudian unsur lahir-lahir pada tuhan adalah sifat-sifat ketuhanannya yang tampak dialam ini dan unsur batinnya adalah dzat Tuhan.Bersatunya unsur lahut yang ada pada manusia dengan unsur nasut yang ada pada Tuhan.
            Paham diatas tentunya memberikan isyarat bahwa manusia itu mempunyai dua unsur, yaitu unsure lahir dan batin. Dan selanjutnya begitu pula yang ada pada tuhan. Jika pada manusia itu unsure lahirnya disebut fisik dan batinnya disebut roh, ,maka pada tuhan unsure lahir-Nya adalah yang terlihat di alam semesta ini dan unsur batin-Nya adalah dzat tuhan itu sendiri. selanjutnya disebut pada manusia itu potensi ini disebut lahut dan pada tuhan itu sendiri adalah nasut.
            Selanjutnya dalam Al-Qur’an akan kita jumpai ayat-ayat yang memberikan petunjuk bahwa Tuhan memiliki unsur lahir dan batin sebagaimana dalam faham wahdat al-wujud
óOs9r& (#÷rts? ¨br& ©!$# t¤y Nä3s9 $¨B Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# x÷t7ór&ur öNä3øn=tæ ¼çmyJyèÏR ZotÎg»sß ZpuZÏÛ$t/ur 3 z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ãAÏ»pgä Îû «!$# ÎŽötóÎ/ 5Où=Ïæ Ÿwur Wèd Ÿwur 5=»tGÏ. 9ŽÏZB ÇËÉÈ  
Artinya:
“tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan”. (Qs, Luqman, 31;20)
            Dalam Al-Qur’an dan terjemahannya terbitan Departemen Agama tahun 1984, hal 90, kata al-awwal pada surat al-hadid ayat 3 diartikan yang telah ada sebelum sesuatu yang ada. Al-akhir artinya yang nyata adanya karena banyak bukti-buktinya dan yang batin adalah yang tidak dapat digambarkan hakikar dzatnya oleh akal. Namun menurut para sufi yang dimaksud zahir adalah sifat-sifat Allah yang tampak, sedang batin adalah dzat-dzatnya. Manusia dianggap mempunyai kedua unsur tersebut karena manusia berasal dari pancaran tuhan. Sehingga antara manusia dengan Tuhan pada hakekatnya satu wujud.[5] Namun hal ini bukan berarti sama dengan paham pantaisme, yang mempunyai pemahaman bahwa segala sesuatu yang ada ini adalah tuhan.
B. Tokoh Wahdatul Wujud
            Wahdatul al-wujud adalah wujud yang sejati adalah satu,tokoh yang mengajarkan tentang wahdatul al-wujud adalah Ibn Arabi, nama lengkapnya adalah Mohammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah ath-tha’i al-haitami. Beliau lahir di Murcia, Andalusia tengah, Spanyol  tahun 560 H.[6] Di Seville (spanyol) dia mempelajari al-qur’an, hadist serta fikih pada sejumlah murid seorang faqih Andalusia terkenal yakni ibnu hazm al-zhahiri. Ia pindah ke Tunis di tahun 1145 dan masuk aliran sufi (ibid).
            Ketika beliau berusia 30 tahun beliau mulai berkelana ke berbagai kawasan Andalusia dan kawasan islam bagian barat. Diantara guru-gurunya adalah Abu Madyan al-Ghoust al-Talimsari dan Yasmin musaniyah. Keduanya banyak dipengaruhi ajaran-ajaan Ibn Arabi. Dikabarkan juga bahwa dia pernah ketemu dengan ibn Rusyd. Filosof murni dan tabib istana dinasti barbar dari Alomohad Dikordora.[7] beliau juga telah dikabarkan mengunjungi Al-mariyyah yang menjadi pusat madrasah ibn Masarrah seorang sufi falsafi yang cukup berpengaruh dan mempunyai banyak masalah di Andalusia, di antara karya monumenalnya yaitu al-futuhat al-makkiyah yg ditulis pada tahun 1201 H. Tatkala ia sedang menunaikan ibadah haji. Karya lainnya yaitu tarjuman al-Asyuwaq yang ditulisnya untuk mengenang kecantikan, ketakwaan, dan kepintaran seorang gadis cantik dari keluarga seorang sufi dari Persia.[8]
            Ibn Arabi dikenal sebagai penulis yang produktif. Jumlah buku yang kurangnya menurut perhitungan mencapai lebih dari 200 diantaranya ada yang cuma 10 halaman tetapi ada juga yang beberapa ensiklopedia tentang sufisme seperti kitab futuha al-mekkah dan bukunya yang termasyur adalah tsus al-hikam yang juga tasawuf.
Menurut Hamka, ibn arabi dapat disebut sebagai orang yang telah sampai pada puncak wahdatul wujud. Dia telah menegakkan pahamnya dengan berdasarkan renungan fikir, filsafat, dan tasawuf
            Menyajikan ajaran tasawufnya dengan bahasa agak berbelit belit dengan tujuan, untuk menghindari tuduhan fitnah dan ancaman kaum awam sebagaimana dialami Al-hallaj. Wujudnya air adalah air wujud, pada hakikatnya tidaklah ada pemisah antara manusia dan Tuhan kalau dikatakan berlainan.
C. Ajaran-ajaran Tasawuf
Ajaran sentral ibn arabi adalah tentang wahdatul Al-wujud yang istilahnya bukan berasal dari Ibn Arabi sendiri melainkan berasal dari Ibnu Taimiyah tokoh yang paling keras dalam mengecam dan mengkritik ajaran sentralnya tersebut. Ibnu taimiyah telah berjasa dalam mempopulerkan wahdatul al-wujud ke dalam masyarakat islam meskipun tujuannya negatif.[9]
            Kaum atheis dan golongan madzhab wahdatul wujud mengemukakan fana wujud selain Allah dalam kitab “Fushushul Hikam” dan orang-orang yang sepadan dengannya mengatakan bahwa wujud khalik adalah wujud makhluk. Dipahami dari ucapan mereka itu bahwa mereka tidak mengakui adanya wujud selain Allah. Ucapan ini hanya lahir dari mulut orang kafir seperti yahudi, nasarani, dan penyembah berhala, orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya Tuhan dan hamba jua dan tidak ada perbedaan antara keduanya, ucapan ini sebenarnya menunjukan kekafiran yang nyata terutama apabila yang dimaksudkan seluruh makhluk meskipun yang dimaksud adalah para wali Allah yang beriman dan bertaqwa, kita tidak bisa langsung memfonis ibnu arabi dan orang-orang sehaluannya adalah kafir, namun bukan berarti kita harus menerima mentah-mentah hasil ijtihad mereka dibidangnya masing-masing khusunya tasawuf ini karena kita yakin bahwa mereka umumnya adalah terdiri dari mutjahid islam di bidangnya. Dari hasil pengkajian ijtihad dan maka ajaran tasawuf seperti ittihad, hulul, wahdtul wujud dan sejenisnya perlu di kaji ulang.[10]
            Menurut ibnu Taimiyah wahdatul wujud adalah penyamaan Tuhan dengan alam, dia menilai bahwa ajaran ibn arabi adalah dari aspek tasybihnya (penyerupaan) khalik dengan makhluknya. Ia belum menilai dari aspek tanzihnya (penyucian khalik). Menuru ibn arabi wujud semua yang ada ini hanyalah satu dan pada hakikatnya wujud makhluk adalah wujud khalik pula, tidak ada perbedaan diantaranya dari segi hakikatnya, dan kalaupun di lihat dari sudut pandang panca indra. Wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah dan Allah adalah hakikat alam. Tidak ada perbedaan antara wujud yang qodim dengan yang baru atau dengan kata l;ain tidak ada perbedaan antara abid (menyembah) dan ma’bud (yang di sembah).[11]
            Kalau khalik dan makhluk bersatu dalam wujudnya mengapa telihat dua? Menurut ibn arabi tidak memandangnya dari sisi satu, tetapi memandang keduanya bahwa khalik dari sisi satu dan makhluk dari sisi yang lain. Jika mereka memandang dari sisi yang lain mereka pasti mengetahui  hakikat keduanya yakni dzatnya satu yang tak terbilang dan terpisah.[12] Wujud Tuhan juga wujud alam dan wujud Tuhan bersatu dengan wujud alam yang dalam istilah barat disebut panteisme, yang di definisikan oleh Henry C.Theissen. panteisme adalah teori yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang terbatas adalah aspek modifikasi atau bagian dari satu wujud yang kekal dan ada dengan sendirinya.[13].
            Ibn arabi menyebut wujud, maksudnya adalah wujud yang mutlak yaitu wujud Tuhan, satu-satunya wujud menurut ibn arabi adalah wujud tuhan, tidak ada wujud selain wujudNya. Kesimpulannya kata wujud tidak diberikan kepada selain tuhan. Dalam bentuk lain dapat dijelaskan bahwa makhluk diciptakan oleh tuhan dan wujudnya bergantung pada wujud tuhan.
            Dengan demikian, ibn arabi menolak ajaran yang mengatakan bahwa alam semesta ini diciptakan dari tiada. Ia mengatakan bahwa nur Muhammad itu qodim dan merupakan sumber emanasi dengan berbagai kesempurnaan ilmiah dan alamiah yang terealisasikan pada dari pada nabi adam sampai nabi Muhammad dan dari nabi Muhammad pada diri pengikutnya yaitu para wali.
            Dari konsep-konsep wahdatuj al-wujud ibn arabi ini muncul dua konsep yang sekaligus merupakan lanjutan atau cabang  dari konsep dari wahdatul al-wujud itu, yaitu konsep al-hakikat al-muhammadiyah dan konsep wahdat al-adyan (kesamaan agama).
            Dalam menjelaskan konsep wahdatul wujud Ibn Arabi mengungkapkan bahwa wujud ini satu,namun dia memiliki penampakan yang disebut dengan alam dan ketersembunyiannya yang dikenal dengan asma yang memiliki pemisah yang disebut dengan barzah atau menghimpun dan memisahkan antara batin dan lahir itulah yang di sebut dengan insane kamil. Ia juga menjelaskan bahwa tuhan segala tuhan adalah Allah SWT. Sebagai nama yang teragung dan sebagai ta’ayun (pernyataan) yang pertama. Ia merupakan sumber segala nama dan tujuan akhir dari segala tujuan dan arah dari segala keinginan serta mencakup segala tuntutan, kepadaNyalah isyarat yang difirmankan Allah kepada rasulnya, bahwa kepada Tuhanmulah tujuan akhir karena Muhammad adalah mazhar dari pernyataan yang pertama, dan tuhan yang khusus baginya adalah ketuhanan yang agung ini. Ketahuilah bahwa segala nama-nama Allah merupakan gambaran dalam ilmu Allah. Sedangkan hakikat muhammadiyah merupakan gambaran dari nama Allah yang menghimpun segala nama ketuhanan yang darinya muncul limpahan atas segala yang ada dan Allah sebagai tuhannya. Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan hakikat muhammadiyah disini bukanlauh nabi Muhammad sebagai manusianya, namun hakikat muhammadiyah adalah asma dan sifat Allah serta akhlaknya. Nabi Muhammad disebut dengan Muhammad karena beliau mampu berakhlak dengan seluruh akhlak ketuhanan tersebut.
D. Analisis Wahdatul al-Wujud
            Wahdatul al-wujud adalah bahwa wujud yang sejati adalah satu. Bukan berarti alam adalah Allah dan Allah adalah alam[14]. Kenyataannya bahwa dia adalah satu kesatuan wujud ini juga dapat dipahami dari sebuah hadits yang sering dikutip ibn arabi dalam menerangkan masalah wahdat al-wujud yaitu; kanallahu wala syai’a ma’ahu artinya dahulu Allah tiada sesuatu apapun besertanya. Maksud dari pernyatan ini tidak ada sesuatu apapun yang menyertai Allah selamanya dan segalanya pada sisinya adlah tiada. “tiada Tuhan selain Allah” artinya segala sesuatu berupa alam gaib dan nyata adalah bayangan Allah yang pada hakikatnya tiada. Dapat disimpulkan dari penjelasan diatas adalah alam bias dikatakan yang merupakan khayal semata maka alam bukanlah Allah. Namun jika di lihat alam tidak akan muncul dengan sendirinya dan mustahil ada wujud di samping Allah atau di dalamnya atau di luarnya maka alam adalah penampakan Allah. Penampakan itu tiada lain Allah jua adanya.
            Karena yang mempunyai wujud hanyalah Tuhan. Dengan demikian wujud itu hanya satu yakni wujud Tuhan Ia jua memberikan  sifat-sifat ketuhanan pada segala sesuatu. Alam ini seperti cermin yang buram dan juga seperti badan yang tidak bernyawa. Allah menciptakan manusia untuk memperjelas cermin itu, dengan kata lain alam ini merupakan penampakan dari asma dan sifat Allah yang terus menerus. Tanpa alam sifat dan asma-Nya itu akan kehilangan maknanya dan senantiasa dalam bentuk dzat yang tinggal dalam kesendiriannya yang tidak dikenal oleh siapapun.

                                                                                            DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Hawasali. Perkembangan Ilmu Tasawuf dan tokoh-tokohnya di nusantara, Surabaya: Al-ikhlas, 1930.
Bakar Aceh, Abu.. Sejarah Filsafat Islam. Solo, 1882.
Prof. Dr. H. Nata Abuddin, Ma. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
Rosihan, Anwar. Ilmu Tasawuf. Bandung : CV Pustaka Setia, 2007.



[1] Mahmud Yunus, kamus arab indo (Jakarta: Hidakarya agung, 1990), hal 49, 494
[2] Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), cet III, hal 92
[3] Harun Nasution op.ut hal 93.


[4] Harun Nasution, op.ut hal 94-95
[5] H.Abuddin Nata, akhlak tasawuf (Jakarta, Graindo persada, 1996), hal 252
[6] At-taffazani, op, at hal 201
[7] Supandi Djoko Damono, Pustaka Firdaus, 1975 hal 23
[8] Ibid.
[9] Rosihan Anwar MAg. Ilmu tasawuf ,mukhtar sholehan (Bandung, Pustaka Setia. 2000) hal 145
[10] Moh. Saifullah Al-Aziz, Risalah memahami ilmu Tasawuf  (Surabaya, Terbit Terang,1998) hal 223.
[11] Rosihan Anwar
[12] Muhammad Musthafa, Ilmu,al-hayat,al-ruhiyyah,al-islam,al-haiat,al-musriyyah,al-ammabi,al-kitab. Mesir , 1984, hal 182
[13] Kautsar Azhari Noer, al-arabi nahdat al-wujud dalam perdebatan, Paramadina 1995, hal 162

[14].sebagaimana pemahaman panteisme (yang menyatakan bahwa alam atau apa yang dilihat adri ala mini merupakan wujud tuhan itu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar